Oleh Ahmad Agus*
Pendidikan adalah hak bagi semua, baik itu anak kota, pesisir maupun anak desa. Tak terkecuali anak-anak di desa Ngagrong yang merupakan desa paling tinggi di Boyolali tepat dibawah gunung Merbabu. Meskipun setiap hari harus menempuh jarak 4 kilometer menuju sekolahnya, tapi setiap hari anak-anak tersebut tidak pernah bolos apalagi terlambat sekolah. Semangat yang luar biasa tersebut harus didukung fasilitas yang memadai seperti buku bacaan, alat menggambar dan sebagainya.
Kepedulian terhadap dunia pendidikan ini menggunggah hati nurani mereka yang bergerak dalam bidang sosial seperti halny yang dilakukan oleh Sahabat Merah Putih mendirikan taman bacaan anak ‘Bima Kalantaka’ memberikan berupa pengadaan 150 buku bacaan anak-anak, dan membuat sanggar belajar anak, harapan adanya sanggar belajar anak dapat bermanfaat bagi generasi penerus bangsa yang ada di daerah. Adapun lembaga lain yang ikut serta berpartisipasi mendonasikan buku anak untuk Sanggar belajar ‘Bima Kalankata’ seperti Amal Insani sebagai lembaga kemanusiaan turut medukung dalam program mengembangkan pendidikan anak-anak Indonesia.
Sanggar belajar ini dibentuk dengan harapan dapat membantu menyediakan fasilitas buku bacaan bagi anak-anak sekolah yang masih minim di desa ini. Anak-anak sangat antusias dengan dibukanya sanggar belajar ini. Menurut Ratna selaku koordinator sanggar belajar, menjelaskan bahwa pembentukan sanggar belajar ini berawal dari keinginan anak-anak yang kuat untuk belajar tapi fasilitas sangat minim, maka dengan dibantu rekan-rekan yang lain terbentuklah sanggar belajar Bima Kalantaka yang artinya anak matahari yang berani. Kondisi sanggar belajar ini masih sangat sederhana baik dari tempat maupun koleksi bukunya, namun kedepannya akan terus dikembangkan dengan mengajak partisipasi masyarakat yang ingin mendonasikan buku bacaan maupun perlengkapan yang lain, imbuh mahasiswi UNS ini (8/4).
Peresmian sanggar belajar "Bima Kalantaka" pada tanggal 08 Maret 2012 dihadiri oleh relawan sahabat merah putih regional Boyolali, Yogyakarta, Malang dan Jakarta. Selain itu hadir juga tokoh masyarakat, pemuda karang taruna dan anak-anak. Sanggar belajar ini dibentuk dengan harapan dapat membantu menyediakan fasilitas buku bacaan bagi anak-anak sekolah yang masih minim di desa ini. Anak-anak sangat antusias dengan dibukanya sanggar belajar ini.
Meskipun hujan lebat dan kabut tebal menyelimuti desa tetapi anak-anak yang jumlahnya 30 orang ini sangat semangat menikmati permainan edukatif seperti menggambar, bernyanyi, sampai bermain sulap. Setiap anak-anak diajak oleh fasilitator untuk berani bermimpi dengan menuliskan cita-citanya di sebuah kertas yang ditempelkan di tembok. Meski berada di desa yang jauh dari akses kota, tapi anak-anak di kaki gunung ini berani bercita-cita seperti Waluyo yang masih duduk dibangku TK mau jadi pembalap, Nanda kelas 3 SD mau jadi polisi, Didik Prasetyo kelas 4 SD mau jadi guru seperti bapaknya dan ada yang ingin jadi petani, pemain sepak bola, dan dokter.
Lokasi sanggar belajar tepatnya desa Ngagrong merupakan desa yang menampung pengungsi dikala gunung Merapi erupsi tahun lalu. Desa dengan ketinggian 2024 meter diatas permukaan laut ini adalah desa terakhir tepat di kaki gunung Merbabu.
0 comments:
Posting Komentar