Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 12 November 2012

DONGENG UNTUK SYA


Oleh: 
A. Zakky Zulhazmi*

Sya, aku tuliskan kisah ini di teras lantai dua sebuah toko buku. Lantai satu bangunan ini adalah bank di mana aku biasa membayar uang kuliah. Sya, di balkon ini aku merasakan angin berkesiur begitu hangatnya. Aku agak tidak fokus pada tulisanku ini, di bawah aku lihat banyak mahasiswa lalu lalang, juga satpam dan beberapa orang yang mungkin dosen. 

Di sini, aku tidak sendiri, selain laptop, aku juga ditemani sebotol minuman bersoda. Tapi, Sya, kau tahu, aku tidak meminta sedotan. Bisa-bisa aku diceramahi temanku jika menggunakan sedotan untuk minum. Sebab, sedotan, fungsinya tidak seberapa dan hanya sesaat dipakai tapi butuh waktu lama untuk diurai karena sedotan terbuat dari plastik. Dan pilihan minumanku ini juga bisa didebat temanku yang lain. Lantaran minuman bersoda ini produk Zionis, dan Zionis membantai muslim Palestina. Jadi jika aku beli minuman bersoda ini aku telah membantu Zionis.

Tapi sudahlah, Sya, aku tidak mau ambil pusing. Aku mau ceritakan padamu beberapa dongeng yang mungkin belum pernah kau dengar sebelumnya. Dongeng pertama adalah tentang anjing yang biasa kita jumpai di kampus. Kata temanku dari kampus lain, kampus kita ini paradoks: kampus Islam kok ada anjingnya? Aku tersenyum saja. Mungkin dia belum tahu gara-gara anjing orang bisa masuk surga. Nah, soal anjing kampus itu begini ceritanya.

Di suatu malam berhujan bulan Januari, seorang perempuan berparas rembulan berjalan mengendap di depan kampus kita. Ia tampak membawa sebuah kotak. Diam-diam ia letakkan kotak itu di bawah pohon beringin depan kampus (sekarang sudah tidak ada). Ia menangis dan lirih berucap: maafkan aku, teman kecil. 
Keesokan paginya seorang satpam kampus menemukan kotak itu dan terperanjat demi melihat seekor anak anjing di dalam kotak. Ia jatuh iba pada anjing yang menyedihkan itu lalu ia memungutnya. Sesaat ia tak menghiraukan tentang najis dan dogma agama. Ini soal kasih sayang, katanya. Anak anjing ia bawa pulang, ia mandikan, ia beri makan. Satpam itu tak pernah tahu jika semalam seorang anak pemulung yang kesulitan memberi makan dirinya sendiri (apalagi memberi makan anjing) telah meletakkan anjing itu di depan kampus.
Istri satpam yang gemar datang ke pengajian kontan marah-marah. Haram hukumnya memelihara anjing, bentaknya. Dan si satpam meski berani menghadapi siapapun, tapi tak berani melawan istrinya. Kemudian ia mencari akal bagaimana bisa ia rawat anjing itu. Hingga akhirnya ia bawa anjing itu ke kampus tempatnya kerja. 

Sya, kau tahu siapa nama anjing itu? Si satpam memberinya nama Maldini. Itu sesuai dengan nama pemaian AC Milan idolanya. Mungkin si satpam menaruh harapan kelak anjing itu menjadi penjaga yang sama baiknya dengan Maldini menjaga gawang kiper-kiper AC Milan. Tapi harapan satpam meleset, anjing itu begitu jinak, tak pernah menyalak. Boleh jadi itu buah dari kasih sayang satpam sejak ia kecil. Atau mungkin ia merasa inferior sebagai seekor anjing yang dibuang.

Sya, coba perhatikan mata anjing itu, matanya seperti mata para perindu. Konon mata itu adalah mata yang menyimpan kangen kepada perempuan rembulan yang membuangnya dulu. Jika kau perhatikan, mata anjing itu berubah sayu tiap ada mahasiswi atau perempuan yang lewat di depannya.
Sya, kau belum tidur kan? Aku masih punya satu dongeng lagi untukmu. Kali ini tentang Taman Kenangan. Kau tahu di mana taman itu? Masih kau kau ingat, Sya, sebelum ada bank dan toko buku ini, semula tempat ini adalah sebuah taman? Meski tidak indah dan rindang, taman ini menyimpan satu kenangan. Terkisah, ketika kampus kita pertama kali dibangun, dua orang kuli bangunan membawa anaknya ka kampus, sebab di rumah tidak ada yang mengasuh. Dua orang anak kecil ini, laki-laki dan perempuan, berteman akrab. Di suatu hari Minggu mereka diajak ayahnya ke pasar loak. Membeli mainan. Anak laki-laki mengambil mainan ronbot bekas, sedang si perempuan mengambil boneka, yang juga bekas. 

Hingga suatu hari, saat proyek pembangunan gedung di kampus kita telah usai, keduanya harus berpisah. Sebelum berpisah, entah dapat ide dari mana, mereka sepakat untuk menanam dua mainan kesayangan mereka di salah satu sudut kampus. Mainan itu dimasukkan dalam sebuah kaleng biskuit lalu ditanam. Sya, beberapa hari yang lalu, di hari lebaran, mereka dipertemukan tuhan. Sebuah pertemuan yang ganjil. Mereka sudah tua dan bercucu. Sepakatlah mereka untuk mengunjungi taman tempat mereka menanam boneka dan robot, taman yang mereka namai Taman Kenangan.

Tapi apa yang terjadi Sya, mereka tak mendapati taman itu karena sudah berdiri bangunan tempatku menulis kini: bank dan toko buku. Tak pelak air mata mereka berlelehan. Tahulah mereka bahwa kenangan itu tak mungkin bisa dipanggil lagi. Mereka pulang dalam galau yang kacau sambil berpegang tangan.
Sya, tampaknya kau sudah mengantuk. Baiklah, besok akan aku ceritakan dongeng lain dari kampus kita: tentang sejarah pintu kecil, kisah dari jalan Pesanggrahan, cerita tiap gedung di kampus juga tentang Taman Kamboja.

Sya, tidurlah. Beristirahatlah dari lelah dunia. Esok pagi, tetes embun di gugur dedaunan akan membangunkanmu. Saat matamu terbuka semoga masih kau dapati aku di sisimu. Tidurlah, Sya.

Cirendeu-Mangkujayan, Agustus 2012

*Penulis adalah mahasiswa KPI-FIDKOM semester ganjil. Kuli di Penerbit Buku Senjakala. 

ads

Ditulis Oleh : Dian Sari Pertiwi Hari: 09.36 Kategori:

0 comments:

Posting Komentar

 

Blogger Followers