Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 08 November 2011

KMPLHK RANITA UIN JAKARTA Ekspedisi Suku Baduy, Wujud Eksplorasi Kearifan Lokal


Dalam rangka menyambut hari lahir yang ke-25 tahun, KMPLHK RANITA UIN JAKARTA membuat rangkaian kegiatan untuk menyemarakkan ulang tahun peraknya tersebut. Diantaranya ialah ekspedisi 5 suku yang ada di Indonesia. Suku Baduy termasuk ke dalam 5 suku yang akan dituju.

Ekspedisi suku Baduy ini merupakan ekspedisi perdana yang diwakili oleh anggota-anggota pilihan yang dipercaya dapat menyelesaikan ekspedisi suku tersebut, yakni Ahmad Surojul Aktor, Edy Priyanto, Abdurrahman, dan Arief Fadillah. Keempat anggota RANITA UIN JAKARTA ini menjadi pilihan yang diutus untuk mengamati sejarah suku Baduy, aktifitas, adat istiadat serta kearifan lokal dari suku Baduy.

Rasa lelah akibat perjalanan panjang tim ekspedisi dari Ciputat terbayarlah sudah. Rangkasbitung menjadi tempat persinggahan kami sebelum menuju desa Baduy. Perjalanan kembali dilanjutkan keesokan harinya menuju Ciboleger. Sebelum memasuki desa Baduy kami tertambat di kampung gajeboh.
Banyak kearifan lokal yang diperoleh dari desa Kanekes atau lebih dikenal dengan sebutan desa Baduy. Sebuah pelajaran berharga, di zaman modern ini di mana semua aktifitas manusia perkotaan tidak bisa dijauhkan dari gadget. Masih ada sekelompok orang yang hidup dengan cara tradisional mengingatkan kita pada jati diri leluhur kita. Jangankan untuk mencari sinyal, prasarana listrik pun sulit ditemui. Tidak adanya aliran listrik ini karena mereka sendiri yang menolak karena tidak sesuai dengan apa yang nenek moyang mereka ajarkan.

Baduy merupakan masyarakat tradisional yang sangat memegang teguh adat istiadat dari nenek moyang mereka. Mereka tinggal di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten sekitar 50 km dari kota Rangkasbitung. Masyarakat Baduy memiliki tanah adat seluas 5880 ha, namun hanya separuh dari luas tanah tersebut yang mereka gunakan untuk kehidupan sehari-harinya dan sisanya mereka jadikan hutan larangan dan hanya orang yang mereka anggap sebagai orang suci atau “Puun” yang boleh memasukinya.
            
 Kawasan suku Baduy ini terbagi dua, Baduy dalam dan Baduy luar. Baduy dalam yang terdiri dari kampung Cibeo, Cikartawana dan Cikeusik. Sementara Baduy luar terdapat 53 kampung. Selain karena letaknya yang berbeda, perbedaan antara keduanya dapat dilihat dari pakaiannya, yakni warga Baduy luar identik dengan pakaian hitam dan ikat kepala berwarna biru bercorakan batik sedangkan Baduy dalam identik dengan pakaian putih-putih.
          
  Baduy dalam sangat patuh terhadap warisan nenek moyang mereka, mereka tidak akan melakukan hal diluar dari yang nenek moyang mereka ajarkan. Baduy luar juga demikian namun, mereka lebih sedikit terpengaruhi oleh kehidupan orang luar dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Contoh yang terlihat di Baduy luar para remaja sudah mengenal kaos, celana jeans bahkan beberapa warga Baduy luar sudah menggunakan ponsel. Ponsel memang sudah mereka gunakan, untuk mencharge ponsel tersebut mereka harus turun keluar dari desa Baduy.
           
Masyarakat Baduy percaya bahwa mereka keturunan nabi Adam as dan diutus menjaga keamanan dunia. Mereka menganut kepercayaan slam sunda wiwitan. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan bercocok tanam dan berladang. Selain itu beberapa dari mereka juga menjual hasil tenunan berupa selendang dan tas rajutan dari akar pohon. Segala kebutuhan mereka penuhi dengan memanfaatkan alam sekitar mereka. Walaupun begitu mereka tetap menjaga kelestarian alam.
             Arief Fadillah (RAN. 254)
lihat selengkapanya KLIK







ads

Ditulis Oleh : BELANTARA Hari: 22.37 Kategori:

0 comments:

Posting Komentar

 

Blogger Followers